Selasa, 12 Oktober 2021

Kedudukan fatwa ulama terhadap Al-qur'an

 Kedudukan fatwa ulama terhadap Alquran


Mengajarkan ilmu yang salah atau menjauhkan manusia dari mengkaji Alquran, maka siap siap dineraka.


Ini berbeda dengan ijtihad yang apabila salah maka dapat 2 ganjaran pahala .


Dewasa ini banyak sekali orang yang meninggalkan mengkaji Alquran, sedang mereka sibuk membahas kitab kitab selain Alquran. 


Sebenar benarnya ilmu itu adalah Alquran dan sebaik baik manusia adalah yang mempelajari Alquran dan mengajarkannya.


Fokuslah kepada kitabullah itu bila betul beriman kepadanya, bila belum memahami barulah menggunakan dalil hadist saheh untuk membantu. Bila dalil hadis saheh sehingga yang lemah juga tidak dapat membantu, maka gunakan ijma'ulama. 


Apabila kita mempelajari kitab ulama, maka pastikan saat itu kita sedang mencari informasi perbandingan, sebab kadang diantara ulama ada perselisihan. Menggunakan fatwa ulama yang satu artinya mengingkari ulama yang lainya. Karena itu saya anjurkan ijma' yaitu sesuatu yang disepakati.


Tapi sayangnya masa kini orang lebih membanggakan diri dengan kitab ulama yang dia kuasai, lalu dia mengajarkanya kepada orang awam,  sedang terhadap Alquran cuma sekedar mengimani tanpa mau mengupas isi.  Bahkan apabila dikitab ulama menegaskan sesuatu sedang pernyataannya itu bertentangan dengan Alquran, justru Alquran dia tinggalkan. Inilah musibah yang sebenarnya.


Berbeda dengan ijtihad, ijtihad itu terjadi apabila tidak kita jumpai dalilnya didalam Alquran atau kita belum memahami lalu didalam hadistpun  tidak detail menerangkan maka boleh berijtihad dengan pendapat ulama.


Oleh sebab itu sudah disepakati urutan pedoman yaitu

Alquran, Al hadist, ijma' qiyas. 

Bukan disamaratakan kedudukan ketiganya seakan bila berpedoman kepada fiqih ulama sudah dianggap benar dan selamat.  


Sebab menganggap fatwa ulama adalah pedoman aqidah maka Alquranpun ditinggalkan. 


Saya pernah dinasehati oleh seorang syekh dimasjidilharam tentang mutsannah, apa itu mutsannah yaitu

 "seseorang membuat kitab lalu dengan kitab itu umat sibuk mengkajinya dan lalai bahkan meninggalkan mengkaji Al-Qur'an, dan para pengkaji kitab bahkan menjadi penolak keras orang yang berupaya mengkaji Alquran" 


Ttd syekh abd

Jumat, 26 Februari 2021

Sejarah karangan dan perumusan hukum adat kandayan.(abd)

     Pada asalnya ada satu daerah yang dikurung oleh kubu sebentuk parit, yang disebut oleh masyarakat sebagai daerah kurungan, letak kurungan ini adalah dikampung Melayu tepi sungai mempawah. 

Dari data yang saya ambil hasil interviu ke orang tua sebagian mereka menyebut kurungan itu adalah asal nama kampung karangan. Yaitu diwilayah kurungan tersebut. 

    Adapun nama kampung sebenarnya diwilayah itu bernama kampung sunga' , artinya kurungan ada dikampung sunga'. 

   Selanjutnya ada satu peristiwa bersejarah yang tercatat berkenaan dengan pengukuhan nama kampung sunga' menjadi kampung karangan adalah peristiwa seminar 14 kepala Binua yang digagas oleh Panembahan Adijaya untuk memusyawarahkan hukum adat mereka. 

14 kepala binua' itu diantaranya

1.binua pakana.(ne'gahakng)

2.binua Garu (ne'ludan)

3.binua ohak (ne'qawe)

4.binua kaca' (temenggung ne'adi)

5.binua'paokng (ne'jangar)

6.binua'balayu(ne'nining)

7.binua lumut(ne'jaya)

8.binua sailo (Patih ne'jali)

9.binua Dompak(ne'sagati)

10.binua gerentong(Rimo jantan)

11.binua gado' (sudagar ne'mentok)

12.binua seba'u (ne'sikata)

13.binua pak kumbang(ne'damang)

14.binua pak Bandung (ne'bandung)

Hukum adat ini yang kemudian diberi nama hukum adat kandayan yang diadakan disunga', Panembahan Adijaya meminta persetujuan bersama untuk mengubah nama sunga' menjadi karangan, alasan yang diajukan adalah adanya upaya mengarang adat.  Akan tetapi alasan yang tepat adalah untuk mengubah identitas nama kampung menjadi kukuh dengan menyepakati nama bersama, nama yang diangkat adalah kurungan menjadi karangan.

Adapun pesan yang tersirat disini bahwa nama karangan adalah nama yang dibuat bersama panembahan Adijaya, 14 Binua,ketua kampung dan tokoh adat.

Didalam hukum adat yang disepakati tercantum pasal pasal antara lain darah merah darah putih ngareboa jongkok balala'  dan lain lain. Selainya untuk masyarakat Dayak sendiri tidak diikat oleh peraturan. Sebab prinsip dasar orang Dayak adalah 

Laut perpagar pasir disitu langit dijunjung.

Kemudian pelaksanaan sumpah diikrarkan dan diputuskan di daerah lubuk gundul, sekitar desa setum.

Ini dimaksudkan untuk menguatkan kemanunggalan antar rakyat dengan rakyat dan pimpinan kurun demi kurun.

Adapun pesan yang tersirat dari fakta sejarah ini bahwa hukum adat kandayan desa karangan adalah hasil kesepakatan bersama yang sudah tetap keadaanya untuk dihormati.