Minggu, 20 Maret 2011

Ilmu Mengenal Diri Dan Alam: Tentang Manusia

Ilmu Mengenal Diri Dan Alam:

AKHIR PERKATAAN HATI

Akhir perkataan hati bukanlah hasil dari keputus asaanku. Akan tetapi akhir perkataan hati adalah akhir dari perjalanan hidupku, yang telah memandang dengan pandangan ilmu, meliputi segala arah pandangan.

Berkata lidah mewakili jasadku, bahwa selama hidup ini hari-hariku dibebani dengan keletihan, kelaparan dan kepayahan, dan aku tidak kuasa menghindarinya. Setiap hari aku harus bekerja untuk mencari segala sesuatu yang berguna bagi tubuhku, sedangkan waktuku terbatas dikarenakan aku tidak mampu menahan kantuk. Saat kenyang aku dibebani oleh rasa sakit perut, saat sehat aku dibebani oleh perasaan takut sakit, demikian juga bila sakit, aku dibebani oleh keinginan untuk sehat. Ibadah telah membuat tubuhku lelah. Pada waktu subuh aku berhadapan dengan kedinginan dan harus meninggalkan kenyamanan tidur, saat zuhur aku harus berhadapan dengan panas, waktu asyar aku harus berhadapan denga kelelahan dalam berfikir, saat magrib aku terbebani oleh keinginan-keinginan yang tak mampu kupenuhi, saat isya’ aku terbebani oleh rasa kantuk dan keadaan selanjutnya

Kebutuhan tubuh telah menjajahku. Segala ibadah kebaikan yang kuperjuangkan, menjadi sumber hinaan bagiku, sementara kebencianku terhadap kekafiran telah menjadikan orang mengkafirkan aku, dan ibadahku mengasihi alam telah menjadi fitnah dan tuduhan keserakahanku. Bagi tubuhku ini tidak kuasa menahan beban perjuagan hati, tubuhku lemah dalam menghadapi keikhlasan, bak sebuah gelas kaca yang tipis yang mudah pecah, terisi oleh air yang mendidih. suatu saat akan pecah. Dan itulah kematianku. Sehingga akhir dari pekataan hatiku bahwa, saat itulah yang paling kusukai, yaitu terlepasnya penderitaan tubuhku atas beban hati, sungguh tubuh yang lemah terisi oleh beban hati yang kuat, jadilah ia tidak sejodoh dan mudah rusak. maka hati ini berkata, KEMBALILAH KEASAL PENCIPTAAN SEMULA.

Hamba Allah yang Lemah Dan Hina

Abdul Jabbar Habib Basuni Al Pentiani Mekkah 1428 H

Sabtu, 19 Maret 2011

TENTANG KHATIR (BISIKAN)

www.google.com
Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A di dalam kitabnya al-Ghunyah; 1/101, menyebutkan: “Di dalam hati manusia terdapat dua ajakan: Pertama ajakan malaikat. Ajakan malaikat itu mengajak kepada kebaikan dan membenarkan kepada yang benar (haq); dan kedua, ajakan musuh. Ajakan musuh itu mengajak kepada kejahatan, mengingkari kebenaran dan melarang kepada kebajikan”. Yang demikian telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud R.A.
Al-Hasan al-Bashri R.A berkata: “Sesungguhnya kedua ajakan itu adalah kemauan yang selalu mengitari hati manusia, kemauan dari Allah dan dari musuh, hanya dengan sebab Rahmat Allah, seorang hamba mampu mengontrol kemauan-kemauannya tersebut. Oleh karena itu, apa-apa yang datang dari Allah hendaknya dipegang oleh manusia dengan erat-erat dan apa yang datang dari musuh, dilawannya kuat-kuat “.
Mujahid R.A berkata;  Firman Allah s.w.t:
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
“Dari kejahatan bisikan setan yang biasa bersembunyi”.   (QS. an-Nas; 114/4)
Bisikan itu mencengkram hati manusia, apabila manusia berdzikir kepada Allah, maka setan itu akan melepaskan cengkramannya namun apabila manusia kembali lupa, maka setan itu akan kembali mencengkram hatinya. Muqotil R.A berkata: “Dia adalah setan yang berbentuk babi hutan yang mulutnya selalu menempel di hati manusia, dia masuk melalui jalan darah untuk menguasai manusia lewat hatinya. Apabila manusia melupakan Allah Ta’ala, dia menguasai hatinya dan apabila manusia sedang berdzikir kepada Allah dia melepaskan dan keluar dari jasad manusia itu“.
Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A berkata, bahwa di dalam hati ada enam bisikan (khotir): (1) Bisikan nafsu syahwat; (2) Bisikan setan; (3) Bisikan ruh; (4) Bisikan malaikat; (5) Bisikan akal; dan (6) Bisikan keyakinan.
1.    Bisikan Nafsu Syahwat
Bisikan nafsu syahwat adalah bisikan yang secara qudroti tercipta untuk memerintah manusia mengerjakan kejelekan dan memperturutkan hawa nafsu.
2.    Bisikan Setan
Bisikan setan itu adalah perintah agar manusia menjadi kafir dan musyrik (menyekutukan Allah), berkeluh-kesah, ragu terhadap janji Allah s.w.t cenderung berbuat maksiat, menunda-nunda taubat dan apa saja yang menyebabkan kehidupan manusia menjadi hancur baik di dunia maupun di akherat. Ajakan setan ini adalah ajakan paling tercela dari jenis ajakan jelek tersebut.
3.    Bisikan Ruh
Bisikan ruh adalah bisikan yang mengajak manusia mengikuti kebenaran dan ketaatan kepada Allah s.w.t dan juga kepada apa saja yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan keselamatan dan kemuliaan manusia, baik di dunia maupun di akherat. Ajakan ini adalah dari jenis ajakan yang baik dan terpuji.
4.    Bisikan Malaikat
Bisikan malaikat sama seperti bisikan ruh, mengajak manusia mengikuti kebenaran dan ketaatan kepada Allah s.w.t dan segala yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan dan juga kepada apa saja yang menyebabkan keselamatan dan kemuliaan.
5.    Bisikan Akal
Bisikan akal adalah bisikan yang cenderung mengarahkan pada ajakan bisikan ruh dan malaikat. Dengan bisikan akal tersebut sekali waktu manusia mengikuti nafsu dan setan, maka manusia terjerumus kepada perbuatan maksiat dan mendapatkan dosa. Sekali waktu manusia mengikuti bisikan ruh dan malaikat, maka manusia beramal sholeh dan mendapatkan pahala. Itulah hikmah yang dikehendaki Allah s.w.t terhadap kehidupan manusia. Dengan akalnya, supaya manusia mempunyai kebebasan untuk memilih jalan hidup yang dikehendaki namun kemudian manusia juga harus mampu mempertanggungjawabkan atas kesalahan dan kejahatan dengan siksa dan neraka dan menerima balasan dari amal sholeh dengan pahala dan surga.
6.    Bisikan Keyakinan
Bisikan yakin adalah Nur Iman dan buah ilmu dan amal yang datangnya dari Allah s.w.t dan dipilihkan oleh Allah s.w.t. Ia diberikan khusus hanya kepada para kekasih-Nya dari para Nabi, ash-Shiddiq, asy-Shuhada’ dan para Wali-wali-Nya. Bisikan yakin itu berupa ajakan yang selalu terbit dari dalam hati untuk mengikuti kebenaran walau seorang hamba itu sedang dalam lemah wiridnya. Bisikan yakin itu tidak akan sampai kepada siapapun, kecuali terlebih dahulu manusia menguasai tiga hal; (1) Ilmu Laduni; (2) Ahbārul Ghuyūb (khabar dari yang gaib); (3) Asrōrul Umur  (rahasia segala urusan).
Bisikan yakin itu hanya diberikan oleh Allah Ta’ala kepada orang-orang yang dicintai-Nya, dikehendaki-Nya dan dipilih-Nya.  Yaitu orang-orang yang telah mampu fana di hadapan-Nya. Yang telah mampu gaib dari lahirnya. Yang telah berhasil memindahkan ibadah lahir menjadi ibadah batin, baik terhadap ibadah fardhu maupun ibadah sunnah. Orang-orang yang telah berhasil menjaga batinnya untuk selama-lamanya. Allah s.w.t yang mentarbiyah mereka. Sebagaimana yang telah dinyatakan dengan firman-Nya:
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِي
“Sesungguhnya Waliku adalah Allah, dan Dia mentarbiyah (memberikan Walayah) kepada orang-orang yang sholeh”. (QS. al-A’raaf; 7/196)
Orang tersebut dipelihara dan dicukupi dengan sebab-sebab yang dapat menyampaikan kepada keridlaan-Nya dan dijaga serta dilindungi dari sebab-sebab yang dapat menjebak kepada kemurkaan-Nya. Orang yang setiap saat ilmunya selalu bertambah. Yaitu ketika terjadi pengosongan alam fikir, maka yang masuk ke dalam bilik akalnya hanya yang datangnya dari Allah s.w.t. Seorang hamba yang ma’rifatnya semakin hari semakin kuat. Nurnya semakin memancar. Orang yang selalu dekat dengan yang dicintainya dan yang disembahnya. Dia berada di dalam kenikmatan yang tiada henti. Di dalam kesenangan yang tiada putus dan kebahagiaan tiada habis. Surga baginya adalah apa yang ada di dalam hatinya.
Ketika ketetapan ajal kematiaannya tiba, disebabkan karena masa baktinya di dunia fana telah purna, maka untuk dipindahkan ke dunia baqo’, mereka akan diberangkatkan dengan sebaik-baik perjalanan. Seperti perjalanan seorang pengantin dari kamar yang sempit ke rumah yang luas. Dari kehinaan kepada kemuliaan. Dunia baginya adalah surga dan akherat adalah cita-cita. Selama-lamanya mereka akan memandang wajah-Nya yang Mulia, secara langsung tanpa penghalang yang merintangi. Allah s.w.t menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ (54) فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu, berada di taman-taman dan sungai-sungai – Di tempat yang disenangi di sisi Tuhannya yangMaha Kuasa” .
(QS. al-Qomar; 54/54)
Dan firman Allah s.w.t:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan tambahan “. (QS. Yunus; 10/26)
Firman Allah s.w.t di atas: “Ahsanuu”, artinya berbuat baik dengan menta’ati Allah s.w.t dan Rasul-Nya, serta selalu mensucikan hatinya dengan meninggalkan amal ibadah yang selain untuk-Nya. Allah s.w.t akan membalasnya di akherat dengan surga dan kemuliaan. Diberi kenikmatan dan keselamatan. Ditambahi dengan pemberian yang abadi. Yaitu selama-lamanya memandang kepada wajah-Nya yang Mulia.
“Nafsu dan Ruh” adalah dua tempat bagi setan dan malaikat. Keadaannya seperti pesawat penerima yang setiap saat siap menerima signal yang dipancarkan oleh dua makhluk tersebut. Malaikat menyampaikan dorongan ketakwaan di dalam ruh dan setan menyampaikan ajakan kefujuran di dalam nafsu. Oleh karena itu, nafsu selalu mengajak hati manusia untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan fujur.
Di antara keduanya ada Akal dan Hawa. Dengan keduanya supaya terjadi proses hikmah dari rahasia kehendak dan keputusan Allah yang azaliah. Yaitu supaya ada pertolongan bagi manusia untuk berbuat kebaikan dan dorongan untuk berbuat kejelekan. Kemudian akal menjalankan fungsinya, memilih menindaklanjuti pertolongan dan menghindari ajakan kejelekan, dengan itu supaya tidak terbuka peluang bagi hawa untuk menindaklanjuti kehendak nafsu dan setan.  Sedangkan di dalam hati ada dua pancaran Nur, “Nur Ilmu dan Nur Iman”. itulah yang dinamakan  yakin. Kesemuanya indera tersebut merupakan alat-alat atau anggauta masyarakat hati. Hati bagaikan seorang raja terhadap bala tentaranya, maka hati harus selalu mampu mengaturnya dengan aturan yang sebaik-baiknya. (Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani, “Al-Ghunyah”; 1/101)
Walhasil, yang dimaksud alam ruhaniah itu bukan alam jin atau alam ghaib, tetapi alam-alam batin yang ada dalam jiwa manusia. Alam batin yang menyertai alam lahir manusia secara manusiawi. Dengan alam batin, manakala indera-indera yang ada di dalam alam batin itu hidup, maka manusia bisa mengadakan interaksi dengan makhluk batin dengan segala rahasia kehidupan yang ada di dalamnya sebagaimana dengan alam lahir manusia dapat mengadakan komunikasi dengan makhluk lahir dengan segala urusannya.
Untuk menghidupkan indera-indera yang ada di alam batin tersebut, manusia harus mampu mencapainya dengan jalan melaksanakan mujahadah dan riyadhoh di jalan Allah. Mengharapkan terbukanya matahati (futuh) dengan menempuh jalan ibadah (thoriqoh) dengan bimbingan seorang guru mursyid sejati. Perjalanan tersebut bukan menuju suatu tempat yang tersembunyi,  melainkan menembus pembatas dua alam yang di dalamnya penuh mesteri. Dengan itu supaya ia mencapai suatu keadaan yang ada dalam jiwa yang dilindungi, supaya dengan keadaan itu ia dapat menemukan rahasia jati diri yang terkadang orang harus mencari setengah mati. Itulah perjalanan tahap awal yang harus dicapai seorang salik dengan sungguh hati. Lalu, dengan mengenal jati diri itu, dengan izin Allah selanjutnya sang pengembara sejati dapat menemukan tujuan akhir yang hakiki, yakni menuju keridhoan Ilahai Rabbi.  (malfiali, Januari 2009)

Jumat, 18 Maret 2011

karya Ilmiah Sifat 20 Ilmu Laduni"Rahasia Ilmu Dalam Sifat" (Abdul Jabbar Habib)

A.  PENTINGNYA ILMU DALAM RANGKA MENGENAL DIRI

   Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Apabila kita memperhatikan secara seksama dan meneliti, mencermati dan merersapi tentang hakekat kehidupan kita yang sesungguhnya. Untuk apa sebenarnya kita hidup (terlahir kedunia), lalu apa yang kita lakukan selama kita hidup, dan bukankah kita akan mati, lalu bagaimana kehidupan kita nanti setelah mati. Apakah kita sudah menempati jalan yang lurus sebagaimana yang selalu kita baca didalam sembahyang “Tunjukkanlah kami jalan yang lurus”, atau barangkali kita keliru dan sesat, artinya kita belum mengetahui pasti apakah jalan yang kita tempuh ini benar atau salah. Oleh sebab itu marilah sejak sekarang kita memulai mencari jati diri, mengenali jalan hidup yang kita tempuh agar kita tidak tergolong kedalam golongan orang-orang yang rugi, yang tidak mengenal jalan, dan yang berbuat tanpa ilmu yang jelas (tidak dengan dasar ILMU yang benar). Sesungguhnya Allah maha pengasih lagi maha pengampun.”Apabila kita benar-benar mencari jalan kepada keredoan Allah, niscaya Allah bena-benar akan menunjukkan jalan kepada keredoan-Nya”
   Saudara-saudara seiman yang menginginkan jalan kebenaran. Sesungguhnya terlahir hidup, tersenyum, menangis dan tertawa, lapar dan haus, lega dan keletihan, sehat dan kesakitan, kepanasan dan kedinginan senang atau sengsara, hidup dan kematian dan lain-lain adalah takdir bagi manusia khususnya. hendaklah semua itu tidak lepas dari pengetahuan kita agar kita tidak tersesat dan sia-sia. Pertanyakanlah apa sebenarnya tujuan hidup ini. Apabila kita belum mengatahui sebenarnya tentang tujuan hidup kita, atau hakikat kehidupan ini, maka Allah sudah memerintahkan kepada kita untuk memikirkannya. Dan sudah pula diperintahkan kepada kita untuk menuntut ilmu baik bagi laki-laki maupun perempuan, sebagaiman fungsinya masing-masing.
Sesunmgguhnya ibadah tanpa ilmu itu tidak bernilai, dan ibadah tanpa dasar ilmu yang jelas atau mengada-ada dalam ibadah kepada Allah, itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu tertolak atau sesat, dan setiap kesesatan itu tempat kembalinya adalah neraka. Oleh sebab itu marilah kita mulai semua itu dengan menelitinya kambali, baik tentang ilmunya, tentang amalnya, dan tentang kesempurnaannya. Dan kita mulai dengan mengkaji ilmunya.

 B.    DASAR PEMIKIRAN

Adalah yang sebenarnya bahwa manusia itu dituntut dan diseru untuk beriman dan bertakwa kepada Allah swt, dengan keimanan dan ketakwaan yang sebenar-benarnya (Ikhlash). Ilmu, Iman Dan Amal adalah kesatuan yang utuh. Ilmu yaitu pengetahuan kita yang didasari oleh akal, fikiran dan budi. Dan ilmu ini diturunkan oleh Allah kepada seluruh manusia dan alam ini. Manusia yang selalu berfikir dengan akal terhadap fakta dan kenyataan yang ada, mereka pasti mengenal adanya kekuasaan yang luar biasa yang telah menciptakan alam semesta ini. Dan keyakinan itu yang disebut sebagai iman. kepercayaan yang didasari oleh akal dan fikiran tentang adanya kekuasaan yang maha dahsyat yang mempunya sifat-sifat. Luar biasanya sifat-sifat yang dimiliki oleh Tuhan, sangat sulit untuk dijangkau oleh indera, akal dan fikiran manusia. Sehingga menyebabkan mereka mengambil salah satu sifat Tuhan itu untuk dipuja. Jadilah umat itu berpecah belah. Iman islam (iman yang selamat) merangkul semuanya menjadi satu sifat yang mutlak yaitu “Esa Sifat Dan Zat-Nya” sehinga menjadikan semuanya menjadi sempurna kepada penyembahan yang sebenar-benarnya, yaitu menyembah Tuhan yang meliputi segala sesuatu.. Dan Islam mengenal Tuhan itu dengan nama Allah swt
Kesemua bentuk ilmu dan keyakinan terhadap tuhan itulah yang dinamakan iman. Dan Islam menuntun iman itu kepada enam perkara, yang merupakan sendi keyakinan yang tidak boleh kita tinggalkan. Sedangkan islam itu sendiri adalah sendi-sendi hukum, atau tatacara yang mengarahkan manusia dalam merealisasikan imannya. Yang penulis sebut sebagai wadah iman.
Didalam pengenalan kepada Allah itu disebut Tauhid. Yang diklasifikasikan kedalam tiga golongan Tauhid. Tauhid Rububiyah, Tahid Uluhiyah, dan Tauhid Asma’wal sifat. Dan untuk mengejar keselamatan hidup didunia maupun diakhirat, kita mesti mengenal jalannya yang lurus. Jalan yang lurus itu adalah Iman, Islam, dan Ihsan, Beriman, bertakwa dan selamat. Untuk meluruskan keyakinan kita, maka kita perlu menggali ilmunya dari sumber ilmu yang kita imani.

C.  SUMBER ILMU YANG MURNI

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah berfirman dalam kitab-kitab-Nya yang mulia : 
            ....قدجاءكم من الله نوروكتب مبين

“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan”

Semoga salawat dan salam terlimpah kepada penghulu para nabi dan rasul, Nabi Muhammad s.a.w. yang telah bersabda

 خيركم من تعلم القران وعلمه

“Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan yang    mengajarkannya”

Penulis awali dengan seruan “Wahai orang-orang yang ingin terbebas dari segala  mara bahaya dan yang ingin beribadah dengan benar, semoga Allah melimpahkan taufiq-Nya kepada kita. Untuk itu kita harus membekali diri kita dengan ilmu, sebab beribadah tanpa bekal ilmu adalah sia-sia, karna ilmu adalah pangkal dari segala perbuatan”.
Perlu diketahui bahwa ilmu dan ibadah adalah dua matarantai yang saling berkait, Karna pada dasarnya segala yang kita lihat, kita dengar dan kita pelajari adalah untuk ilmu dan ibadah. Dan untuk ilmu dan ibadah itulah Al-Qur’an diturunkan. Juga rasul-rasul dan nabi-nabi diutus oleh Allah hanya untuk ilmu dan beribadah, Bahkan Allah menciptakan langit, bumi dan segenap isinya hanya untuk ilmu dan ibadah.
   Renungkan Firman Allah Dibawah Ini

الله الذى خلق سبع سموت ومن الارض مثلهن يتنزل الامر بينهن لتعلمو

اان الله على كل شىء،وان الله قداحا ط بكل شىءعلما 

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya agar kamu mengetahui bahwasanya Allah maha kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi  segala sesuatu “   
(At-Thalaq :12)
Dengan merenungkan keberadaan langit dan bumi, diharapkan kita akan memperoleh ilmu darinya. Dengan menyimak ayat diatas kiranya sudah cukup menjadi bukti bahwa ilmu itu mulia. Lebih-lebih ilmu Tauhid, Sebab dengannya kita dapat mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya.

Juga renungkan firman Allah dibawah ini :

وما خلقت الجن والانش الاليعبدون

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”              . (Adz-Dzariat :56)

Semakin jelas kini bahwasanya manusia harus memiliki ilmu dan beribadah, dan ilmu adalah lebih utama sebab, ilmu merupakan inti dan petunjuk dalam menjalankan ibadah, bagaimana pula kita menjalankan ibadah jika tidak tau caranya apalagi tidak tau tujuan dan hakekat sebenarnya.
Perhatikan sabda Rasulullah s.a.w berikut :

العلم اما م العمل والعمل تا بعه

 Ilmu adalah imamnya amal, dan amal adalah makmumnya.
(Tulisan diatas adalah Kutipan Karya Imam Al Ghazali dalam Kitab Minhajul Abidin)
Alasan bahwa ilmu adalah inti atau pokok yang harus didahulukan daripada ibadah, ada dua. Pertama, agar berhasil dan benar dalam beribadah. Harus diketahui terlebih dahulu siapa yang harus disembah, baru kemudian kita menyembahnya. Apa jadinya jika kita menyembah, sedangkan yang kita sembah itu belum kita ketahui asma’ dan sifat-sifat dzat-Nya, serta sifat wajib dan mustahil bagi-Nya? Sebab kadang-kadang seseorang menge’tikatkan sesuatu yang tidak layak bagi-Nya, maka ibadah yang demikian itu adalah sia-sia. Yang kedua agar tidak mudah tertipu oleh syaitan.
Saudara-saudara kaum muslimin yang berbahagia. Sehubungan dengan pentingnya ilmu bagi ibadah kita, maka Allah telah menurunkan Al-Qur’an sebagai bimbingan.


الحمدلله الذى انزل عل عبده الكتب ولم يجعل له عوجا , قيما

“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab(Al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan didalamnya, sebagai bimbingan yang lurus.”                 (Al-Kahfi :1-2)

Oleh sebab itu hendaklah kita senantiasa mermbaca Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai dasar atau pedoman dalam hidup tentunya dengan berusaha memahami isi bacaan tersebut.

ولقد يسنرنا القرءان للذكر فهل من مدكر

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran”.          (Al-Qomar :17)

   Sudah jelas bagi kita tentang fungsi Al-Qur’an,dan Allah sudah memudahkannya bagi kita yaitu dengan menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa yang jelas (bahasa arab) yaitu bahasa yang paling fasih agar kita mudah memahaminya. Akan tetapi ada saja alasan bagi orang-orang yang kurang mengerti atau lemah keimananya untuk menentang hal ini dengan dalih tidak bisa berbahasa arab. Padahal Allah lebih tau tentang kelemahan kita oleh sebab itu Allah memberikan hidayah kepada orang-orang pilihannya untuk menterjemahkan Al-Qur’an kedalam bahasa kita (bahasa Indonesia) yang dimaksud adalah ulama-ulama tafsir. Buktinya sekarang ada tafsir departemen agama. Akan tetapi kenapa kebanyakan kita tetap membangkang dengan dalih yang lain yaitu bahwa kita tidak boleh sembarangan menafsirkan Al-Qur’an karna bisa berbahaya, Alasan-alasan semacam itu sangat tidak akurat. Yang sebenarnya kita diwajibkan membacanya, dan tahu apa yang kita baca (bisa melalui terjemahannya), ambil yang dapat kita fahami seperti ayat-ayat mukhammat (ayat-ayat yang jelas) yang isinya adalah pokok-pokok ajaran islam. Dan yang tidak bisa kita fahami bertanya kepada ahlinya atau serahkan kepada Allah. Terutama ayat-ayat mutasyabihat. Dan ayat-ayat mutasyabihat ini mesti ditafsirkan dengan teliti tentunya melalui dukungan-dukungan hadist-hadist atau dengan kesepakatan para ahli tajwit atau ahli tafsir dibidangnya.

“Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Diantara(isi)nya ada yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata;”kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semua itu dari sisi Tuhan kami.”dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. (Ali ‘Imron ; 7)
  
  Saudara-saudaraku yang inginkan kebaikan dalam ibadahnya. Penulis merasa alasan dan fakta diatas, cukup untuk membuka mata hati dan fikiran kita tentang Al-Qur’an yaitu tentang kewajiban membacanya.
        Baiklah agar lebih jelas dan terperinci, penulis akan membagi bahasan ini dalam beberapa  bagian yang berhubungan dengan kewajiban kita (umat islam) terhadap Al-Qur’an yaitu sebagai berikut.(Kewajiban umat islam terhadap Al-Qur’an dalam buku “Keagungan Al-Qur’an Al Karim”.oleh Syekh Mahmud bin Ahmad bin Saleh Al Dosari,Da’I resmi wakaf da’wah dan bimbingan islam Saudi Arabia).
1. Beriman Kepada Al-Qur’an
2. Memelihara dan menjaganya
3. Membacanya
4. Mentadabburi ayat-ayatnya
5. Mengamalkan isinya
6. Menjaga adab tatakrama terhadapnya
7. Menda’wahkan dan menyampaikan pesan-pesannya

1.   Beriman Kepada Al-Qur’an

Sesungguhnya langkah pertama yang harus dilakukan oleh pembaca Al-Qur’an adalah dia mengimaninya terlebih dahulu

ءامن الر سول بمااانزل اليه من ربه , والمؤمنون

“Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya, demikian pula orang-orang yang beriman”.       (Al-Baqaroh :285)

Dan sesungguhnya iman yang hakiki adalah suatu kepercayaan yang diyakini didalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.Dan apabila seseorang itu sudah beriman kepada Al-Qur’an dengan keimanan yang sebenarnya maka ia akan  selalu membacanya dan dengan bacaan yang sebaik-baiknya pula.
   Sudah pasti apabila ditanya kepada sesorang islam tentang imanya kepada kitab suci Allah itu, merka menjawab bahwa mereka beriman. Dan untuk membuktikan kesungguhan keimanan mereka dapat kita lihat apakah mereka suka membaca Al-Qur’an ?. atau apakah mereka suka mendengarkan bacaan Al-Qur’an ? atau tidak kenal Al-Qur’an sama sekali.

الذين ءاتينهم الكتب يتلونه حق تلاوته , أولئك يومنون به

“Orang-orang yang telah kami berikan Al-kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu telah beriman kepadanya”.        
(Al-Baqaroh :121)

2.Memelihara Dan Menjaganya

Yang dimaksud dengan memelihara dan menjaga kitab Al-Qur’an bukanlah sekedar hanya menyimpan mushabnya dilemari kaca, menyusunnya dengan rapi dirak-rak yang indah, atau mengukirnya dikalung, gelang, atau menghiasinya dengan renda didinding atau dan sebagainya. Akan tetapi arti dari memelihara disini jauh dari pengertian lahiriahnya semata. Melainkan memeliharanya didalam dada, memahami ayat-ayat yang dibaca terbebas dari kelalaian ataupun melampaui batas tidak juga melakukan bid’ah merendahkan dan mengolok-oloknya.
Kewajiban umat islam yang paling asasi terhadap kitab Al-Qur’an adalah memelihara dan menjaganya seperti sabda Rasulullah s.a.w. seperti yang diriwayatkan oleh Thalhah, ia berkata,”Aku pernah bertanya kepada Abdullah bin Abi Aufa, apakah nabi pernah berwasiat?.”Dia menjawab,”Tidak.”Aku berkata.”Tapi telah ditulis wasiat itu untuk manusia, mereka diperintahkan untuk melaksanakan wasiat itu,bagaimana mungkin beliau tidak berwasiat?.”Dia berkata, “Beliau berwasiat (untuk menjaga dan mengamalkan) kitab Allah.”(H.R.Bukhari,3/1619, hadist no;502)

3. Membacanya
              
Telah datang perintah Ilahi, untuk membaca Al-Qur’anul karim di banyak ayat dalam kitab-Nya. Diantaranya firman Allah SWT :


واتل ما أوحى اليك من كتا ب ربك لامبدل لكلمته , ولن تجد من دونه,ملتحد

“Dan bacakanlah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu               (Al-Qur’an). Tidak ada (seorangpun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya.” (Al-Kahfi :27)

walaupun secara tekstual perintah ini ditujukan kepada Rasulullah s.a.w, tapi pada saat yang sama perintah-Nya ditujukan pula bagi para pengikutnya. Hal ini diperkuat oleh ayat yang lain :

فا قرء وا ما تيسر منه

“Karna itu bacalah yang mudah bagimu dari Al-Qur’an”  (Al-Muzzammil ; 20)

Allah telah mewajibkan membaca ayat-ayat yang mudah dari Al-Qur’an, baik dalam keadaan sakit maupun dalam keadaan sehat wal’afiat. Dalam keadaan bekerja untuk mencari rejeki apalagi dalam keadaan santai, dalam keadaan perang apakan lagi dalam keadaan damai dan tenang. Firman Allah SWT sebagai berikut :

علم أن سيكومن منكم مرضى وءاخرون فى الارض يبتغون من فضل الله وءاخرون
فى سبيل الله فاقرءواماتيس منه


“Dia mengetahui bahwa akan ada diantaramu orang-orang yang sakit, dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian kurnia Allah, dan orang-orang yang lain lagi yang berperang dijalan Allah, maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-Qur’an.”
 (Al-Muzzammil : 20)

4. Mentadabburi Ayat-ayatnya

Substansi dari tilawah Al-Qur’an bukanlah seorang membacanya berulangkali tanpa mengetahui arti yang ia baca. Namun seyogyanya Al-Qur’an itu dibaca dengan tadabbur walaupun sedikit jumlah yang ia baca. Maka yang demikian itu lebih utama daripada orang yang membacanya secara cepat dan tergesa-gesa.
Allah mencela orang yang tidak membuka akal dan hatinya untuk memahami Al-Qur’an; hikmah, nasihat dan syariat-syariatnya.

Allah SWT berfirman :
افلا يتدبرون القرءان أم على قلوب أقفا لها

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka teerkunci ?.”
(Muhammad ; 24)

Banyak ayat-ayat didalam Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa ayat-ayat yang kita baca adalah supaya kita merenungi, mentadabburi, berfikir dan memahami maknanya, seperti firman Allah SWT :

كذ لك يبين الله لكم ءايته, لعلكم تعقلون

“Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat_Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya.”    (Al-Baqaroh; 242)

Saudara-saudaraku yang beriman. Sesungguhnya membaca atau mendengarkan bacaan Al-Qur’an bukanlah tujuan utama, melainkan ia merupakan sarana yang akan menghantar kepada tujuan. Sesungguhnya orang-orang musyrik dulu juga telah mendengarkan bacaan Al-Qur’an, akan tetapi mereka berlalu begitu saja tanpa pengaruh sedikitpun didalam hati mereka, seperti yang banyak dialami oleh sebagian kaum muslimin saat ini, mereka mendengarkan bacaan Al-Qur’an  bahkan setiap hari membacanya akan tetapi tidak berbekas sama sekali kepadanya. Pendusta tetap dalam kedustaannya, orang yang terbiasa dengan riba tetap dengan aktifitas ribanya, orang yang fasik tetap dengan kefasikannya, orang yang berbuat syirik tetap dengan kesyirikannya, Dan seterusnya. Sesungguhnya hal semacam ini suatu kesalahan yang besar.

5. Mengamalkannya
  
mengamalkan isi ayat Al-Qur’an yang agung itu, merupakan puncak tertinggi dari kewajiban umat islam, itu adalah tujuan yang sebenarnya atas diturunkannya Al-Qur’an.

وهدا كتب انزلنه مبارك فا تبعوه واتقوا لعلكم ترحمون

“Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.”  (Al-An’aam ; 155 )

diantara bencana terbesar yang menimpa kaum yahudi, adalah karena mereka mencukupkan diri dengan membaca dan mendengarkan bacaan Taurat tanpa diikuti dengan pengamalan, maka Allah menyerupakan mereka dengan keledai.

مثل الذين حملوا التورـه ثم لم يحملوها كمثل الحماريحمل أسفارا بئس مثل القوم

 الذين كذبوا بئايت الله والله لا يحدىالقوم الظلمي


 “Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Turat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amat buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”  (Al-Jum’ah ; 5 )

Berkata Ibnul qoyyim rahimahullah. Perumpamaan ini meskipun ditujukan kepada orang-orang yahudi namun maknanya meluas kepada orang-orang yang telah diturunkan Al-Qur’an dan dia tidak mengacuhkannya dan enggan untuk melaksanakannya.
Dan kebanyakan dari umat islam sekarang terutama didaerah kita mereka mengetahui ilmu tidak dari Al-Qur’an melainkan dari sumber-sumber lain, sedangkan mengenai Al-qur’an, mereka hanya mengenal tilawahnya saja.
   Nabi s.a.w, telah memperingatkan kepada sahabatnya, agar tidak berbuat seperti orang-orang yang datang sesudah mereka, yang membaca Al-Qur’an, tetapi bacaan mereka hanya memenuhi tenggorokan mereka saja, yang hanya sekedar memenuhi lubang suara tanpa pernah mereka memahami atau mengamalkannya.

يخرج في هذه , الأمه - ولم يقل منه ,  قوم تحقرون صلا تكم مع صلا تهم , يقرؤون القران لا

يجا وز حلو قهم , أو حنا جرهم , يمرقون من الذ ين مروق السهم من الرميه



“Akan keluar pada umat ini (Beliau tidak mengatakan dari umat ini), sekumpulan orang yang meremehkan sholat kalian dengan sholat mereka, mereka membaca Al-Qur,an yang tidak melebihi kerongkongannya atau tenggorokannya saja. Teramat cepat mereka keluar dari agama mereka, seperti keluarnya anak panah dari busurnya.”
(H/R Bukhari, 4/2164, hadist no ;6913)

6.Menjaga Adab Tatakrama Terhadapnya

Adab adab tilawah Al-Qur’an ada dua yaitu adab bathiniah dan adab lahiriah. Dalam hal ini akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut :


1.        Adab Bathiniah meliputi

Mengetahui sumber kalam (perkataan)-Nya; demikian akan membimbing kita    untuk    selalu merasai keagungan dan ketinggian kalam yang kita baca serta merasakan karunia Allah dan kasih sayang-Nya terhadap manusia.

Mengagungkan Zat yang telah menurunkan Al-Qur’an, tanamkan dalah diri bahwa yang kita baca adalah bukan perkataan manusia. Melainkan Allah sedang berkata-kata kepada kita.

Menghadirkan hati sewaktu membacanya karna orang yang mengagungkan kalam Allah , dia merasa senag sewaktu membacanya selalu merindukan dan tidak akan melalaikannya.

Memahami isi ayat yang terkandung didalamnya atau mentadabburinya.

Mengondisikan hati sesuai dengan ayat yang dibaca, ayat tentang kiamat mestilah kita merasa takut. Ayat tentang berita gembira tentulah kita senang karna perbuatan kita sesuai dengan perbuatan orang-orang yang akan menerima karunia itu, atau sebaliknya.

Tanamkan perasaan bahwa semua perkataan dalam Al-Qur’an ditujukan kepada dirinya.Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam perkataannya “ jika kamu ingin mengambil manfaat dari Al-Qur’an maka hadirkan hatimu ketika membacanya dan mendengarkannya, buka lebar-lebar telingamu dan rasakanlah seolah-olah Allah berbicara langsung denganmu.

Hadirkan getaran hati dari sir yang memancarkan ketakutan, kesedihan, senang, malu dan sebagainya.

Menjauhkan diri dari dosa-dosa yang dapat menghalangi diri dan hati dari kefahaman tentang Al-Qur’an.

Membuang kesombongan atau bangga diri karna tiada daya dan upaya melainkan hanya kekuatan Allah semata dan ayat yang kita baca adalah ayat dari Allah SWT.

2. Adab Lahiriah

Meluruskan niat. Untuk apa kita membaca AL-Qur’an itu.
Bersuci atau yakin dengan kesucianya baik diri kita maupun tempatnya serta menutup aurat.

Memilih tempat disesuaikan dengan kondisi tertentu yang baik untuk membaca Al-qur’an

Memegang mushab dengan tangan kanan atau dengan kedua tangan atau meletakkannya sejajar atau lebih tinggi dari pusat, kendatipun mushab Al-qur’an hanyalah tulisan-tulisan saja, akan tetapi adab ini termasuk kesopanan mengingat isi kandungan ayatnya adalah pedoman hidup yang mesti kita junjung tinggi.

Membaca Ta’awuzd dan Basmalah,membaca sodakollahul’aziim pada ahir membacanya.

Meletakkan mushab ditempat yang baik, atau menulisnya pada tempat-tempat yang layak dan tidak menjadikan ayat-ayat Allah sebagai penghinaan terhadap Allah, misalnya menggunakan ayat-ayat atau tulisan-tulisannya untuk ajimat atau untuk kezaliman, atau untuk dikalungkan keleher, atau umtuk pelaris dagangan atau untuk penjaga rumah dsb. atau dijadikan bahan senda gurauan dan sebagainya.

Memperindah suara. Artinya kita sudah menghiasi Al-Qur’an dengan suara yng indah. Berhati-hatilah dengan pemahaman ini, jagan sampai keindahan suaramu menjadikan ayat Al-Qur’an menjadi tiada arti lantaran orang yang mendengarkannya lebih cenderung kepada suaramu oleh sebab itu rendahkanlah.

Merendahkan suara dan tidak mencampur adukkan ayat-ayat Allah dengan suatu keharaman seperti musik, mengingat bahwa musik merupakan seruling syaitan, sama halnya dengan merendahkan Ayat suci Al-Qur,an, orang yang mendengar lebih dominan kepada musiknya dan ayat-ayat Allah itu menjadi tiada arti tenggelam oleh seruling-seruling setan.
Perlahan-lahan membacanya dengan tajwit yang benar
Tidak mengabaikannya. Rasulullah pernah mengadu kepada Allah tentang  umatnya yang mengabaikan Al-Qur’an yaitu mereka meninggalkan Al-Qur’an dengan tidak menaati isinya yang agung. Misalnya tentang isinya yang menjelaskan perkara halal dan haram akan tetapi tiada yang mau mengindahkannya.

Tidak memberikan mushabnya kepada orang yang tidak mengerti kesuciannya.

Saudara-saudara kaum muslimin yang dirahmati Allah. Adab lahir dalam membaca Al-Qur’an sangat tdk terbatas,meliputi segala bentuk-bentuk penghormatan secara islami kepada sesuatu yang sangat berharga disertai rasa tunduk dan patuh kepada yang selalu mengawasi yaitu Allah subhanahuwata’ala baik mengenai tatacara atau adab membacanya juga adab terhadap mushabnya..
Demikian secara singkat pengetahuan kita tentang Al-Qur-an mudah-mudahan menambah keyakinan kepada kita semua tentang arti pentingnya Al-Qur’an sebagai pegangan hidup sebagai sumber ilmu mengenal diri dan alam. Yang sudah barang tentu kita harus berpegang teguh kepadanya, jika benar-benar kita hendak beragama, sebab Al-Qur’an adalah benar-benar Kalamullah. Allah SWT akan memberi kefahaman tentang ketauhidan kepada orang-orang yang dia kehendaki. Dan Allah akan menunjukkan jalan kepada orang-orang yang betul-betul mencari jalan kepada keredhoan-Nya.