Kamis, 01 Mei 2014

MENCARI KEBENARAN ITU ASING



PASTIKANLAH BAHWA KITA BENAR BENAR DARI GOLONGAN ORANG MUSLIM

Abdul Jabbar Habib Basuni Karangan

Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh
Semoga Allah mengabulkan diantara kita semua apa saja yang didatangkan, kabulkan ya Allah yang maha mendatangkan sehingga kami semua mendapat kebaikan dunia dan akhirat. Amin

Al muslimuna ikhwana, sesungguhnya muslim itu dengan muslimlainnya adalah bersaudara, dengan perasaan semacam itu hendaklah kita saling menasehati dengan yang haq karena rasa cinta dan kasih sayang yang mendasar.
Saya sangat menyadari sekali bahwa kita sudah hidup jauh dimasa hidupnya baginda Rasulullah saw,  jauh pula dari masa hidupnya para shohabah. Sebenarnya kita hidup dizaman fitnah yang banyak, hidup dizaman perpecahan ummat.
المهدينتمسكوا بها و عضوا عليها باالنواجذوإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة (رواه مسلم)
Dari ‘Irbadh bin Sariyah, bersabda Rasulullah r : “Barangsiapa yang hidup sepeninggalku nanti, akan melihat perselisihan yang banyak, maka peganglah sunnahku dan sunnah Khalifah yang lurus dan mendapatkan petunjuk, genggamlah dengan kuat dan gigitlah dengan gerahammu, jauhilah olehmu perkara yang muhdats (mengada-ada), karena tiap muhdats itu bid’ah dan tiap bid’ah itu sesat.” (HR Muslim)
Dari nasehat rasulullah diatas, nyata bagi kita tentang panorama perselisihan itu, kecuali bagi orang yang benar sudah ditutup mata hatinya untuk kebenaran.
Terlalu banyak hal yang mesti kita perbaiki sebagaimana nasehat rasul yang sering disampaikan oleh para khatib jum’at. Yusleh a’malakum (perbaiki amal amal kamu semua).
Dari sekian banyak amaliah yang kita lakukan yang selama ini kita menganggapnya sebuah kebaikan sebagaimana fikiran kita, marilah kita kaji kembali dengan seksama, jangan sampai kita merasa muslim namun sebenarnya sudah keluar dari golongan muslim sementara kita tidak menyadarinya.

Tanggapan Abdul jabbar seputar gambar qubur Nabi saw yang beredar dimasyarakat

Sekitar tahun 2006 saya berada dimadinah, mengikuti pengajian yang biasa dilakukan sehabis sholat ashar. Posisi kami tepat didepan maqam Rasulullah saw. Saya melihat ada dinding yang sangat mewah bertitah emas. Saya bertanya pada syekh. “apakah itu maqam Rasulullah saw..?” beliau menjawab. “Na’am” artinya “benar”. Lalu saya berdiri mendekati pagar dan saya lihat ada tiga tanda hitam dilantai setelah itu ada pagar lagi berwarna kusam kemudian saya bertanya lagi. “apakah tiga tanda hitam itu kubur..? syekh menjawab “La” artinya bukan. Saya bertanya lagi “ lalu yang mana maqam Rasulullah sebenarnya. Syekh menunjukkan jarinya didada saya dan berkata “hina” artinya disini. Maksudnya maqam Rasulullah dihati saya...lalu ia berdiri merangkul saya, waktu itu saya memegang pagar yang bagus itu. Syekh mengatakan, “ini bagian dari masjid” maksudnya pagar yang saya pegang.. lalu dia menunjuk pagar yang didalam yang warnanya hitam  seraya berkata “yang itu bagian dari rumah ‘aisyah dan Rasulullah dimaqamkan disana”. Dari selah pagar hitam itu saya melihat warna hitam keabuan dilantai berjejer tiga buah. Disebelah sananya ada semirip kelambu tetapi bukan kelambu, akan tetapi ia berbeda dengan yang ada didalam gambar maqam rasulullah yang pernah saya lihat di indonesia, lalu saya bertanya kepada syekh” apakah itu (yang saya tunjuk adalah kelambu itu) maqam Rasulullah..?.. syekhpun tersenyum dan memegang kedua bahu saya dan dia berkata “ ya walad, seorangpun tidak tau persis dimana maqam rasulullah, abu bakkar dan umar kecuali para pengurus masjid dan orang tertentu” saya bertanya “mengapa” sebab dulu sering terjadi usaha pencurian jasad beliau,  Rasulullah meninggal diatas pangkuan ‘aisyah ditempat tidurnya dan tiada seorang nabi dikubur kecuali ditempat ia wafat”
Sebagai tanggapan saya bahwa : saya tidak melihat langsung kubur Rasulullah saw melainkan hanya sekilas saja dari balik jeruji pagar.  sebagaimana keterangan yang saya dapat Bahwa Rasulullah dimaqamkan dibawah tempat tidurnya atau disisi ranjang ‘aisyah, sebagaimana yang terdapat dalam sejarah pembangunan masjid Nabawi bahwa maqam beliau pernah dibangun pada masa harun a rasyid tetapi seperti apa bentuknya aslinya saya tidak pernah tau. Sedangkan yang ada kelambunya itu adalah bekas tempat tidur ‘aisyah.
Disebelah maqam Rasulullah adalah maqam Abubakkar ra dan umar ra. Dia dipagar dengan kain tetapi tidak dikelambui sehingga saya tidak melihat asli maqamnya. Pagar itu memanjang hingga didepan ranjang. Saya berfikir bahwa maqam Rasulullah ada didepan Ranjang a’isyah ra.
Allahu’alam bissawaf
Bagaimana dengan gambar maqam Nabi Muhammad saw yang ada diposter poster itu..?
Gambar maqam Rasulullah saw yang ada dalam poster sebentuk kelambu dan ada surban dinisan tunggal serta lilin disampingnya itu bukan maqam Rasulullah saw, ia adalah maqam Muhammad Jalaludin Rumni di turki.

Larangan mengikuti kebiasaan orang kafir
Dari Abu Sa'id al-Khudri Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
"Pasti kamu akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal-demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sampai jika mereka itu masuk ke lubang biawak (lubang sangat sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Meniru Agama lain bermakna keluar dari islam
Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda,”Barangsiapa yang meniru suatu kaum maka dia termasuk dari mereka.”
(HR. Abu Daud yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban)
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan didalam “ash Shiroth al Mustaqim” bahwa Imam Ahmad dan yang lainnya telah berargumentasi dengan hadits ini. Hadits ini paling tidak menunjukkan pengharaman tasyabbuh (meniru- niru) mereka sebagaiamana didalam firman-Nya : Artinya : “Dan barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” (QS. Al Maidah : 51)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ditanya, "Siapa mereka itu Ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "orang-orang yang tetap baik apabila manusia sudah pada rusak." (Silsilah al-Ahadits al-Shahihah, no. 1273)
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718).

Islam yang sebenarnya Itu Asing
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
"Islam bermula dari keterasingan dan nanti pasti akan kembali asing sebagaimana ia bermula, maka keberuntungan bagi para ghuraba' (orang-orang terasing)."
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ditanya, "Siapa mereka itu Ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "orang-orang yang tetap baik apabila manusia sudah pada rusak." (Silsilah al-Ahadits al-Shahihah, no. 1273)

Mengikuti kebanyakan orang itu sesat, yang sebenarnya ikutilah apa yang dari Allah Dan RasulNya. Sayangnya orang yang beribadah berdasarkan petunjuk Allah itu sangat sedikit, mereka berbuat berdasarkan apa yang dibuat orang lain yang mereka anggab baik.
Sulit membuktikan keterasingan akan islam ini, sebab orang yang mengaku islam sangat banyak sekali, hampir diseluruh belahan dunia mereka ada. Termasuk di indonesia. Umat yang mengaku islam itu mayoritas terbanyak seakan akan negara indonesia ini merupakan negara islam.
Sebagai penjelasan tentang asingnya islam ini perhatikanlah bahwa diantara sekian banyak orang yang mengaku islam itu, hanya sedikit yang berupaya menjalankan islam dengan sebenarnya, sedikit sekali yang berupaya menggali kebenaran itu sehingga mencapainya. Sebagian dari yang banyak itu, mereka adalah islam keturunan, islam ikut ikutan, islam pembaharuan, pelaku bid’ah dan islam selipan (orang munafiqin). sementara islam sebenarnya itu asing.

Orang orang yang terasing ini masih berdakwah dengan metode dasar sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw,  yaitu menyampaikan Risalah kebenaran dimanapun ia berada, dan tidak memiliki tempat khusus, semua tempat adalah lahan ibadah baginya. Hanya saja dakwahnya tidak nampak sebagaimana nampaknya dakwah orang sekarang.
Mengada Ngada dalam Ibadah Adalah mengingkari Sunnah Rasulullah
Sunnah Adalah Jalan yang ditempuh , jadi sunnah Rasulullah adalah jalan yang ditempuh rasulullah.  Saw. Dan Dialah sebaik baik contoh dan pemberi nasehat.
 Jauh sebelumnya Rasulullah sudah memberikan nasehat berharga agar kita selamat dari fitnah ahir zaman.
المهدينتمسكوا بها و عضوا عليها باالنواجذوإياكم ومحدثات الأمور فإن كل محدثة بدعة و كل بدعة ضلالة (رواه مسلم)
Dari ‘Irbadh bin Sariyah, bersabda Rasulullah r : “Barangsiapa yang hidup sepeninggalku nanti, akan melihat perselisihan yang banyak, maka peganglah sunnahku dan sunnah Khalifah yang lurus dan mendapatkan petunjuk, genggamlah dengan kuat dan gigitlah dengan gerahammu, jauhilah olehmu perkara yang muhdats (mengada-ada), karena tiap muhdats itu bid’ah dan tiap bid’ah itu sesat.” (HR Muslim)

Pendapat adanya bid’ah hasanah itu adalah dusta
Banyak kaum muslimin yang masih meremehkan masalah bid’ah. Hal itu bisa jadi karena minimnya pengetahuan mereka tentang dalil-dalil syar’i. Padahal andaikan mereka mengetahui betapa banyak hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang membicarakan dan mencela bid’ah, mereka akan menyadari betapa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sangat sering membahasnya dan sangat mewanti-wanti umat beliau agar tidak terjerumus pada bid’ah. Jadi, lisan yang mencela bid’ah dan mewanti-wanti umat dari bid’ah adalah lisan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri.
Hadits 1
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)


Imam Malik, sebagaimana dinukil oleh Imam Syathibi dalam I’tisham14, menyatakan secara tegas bantahan terhadap orang-orang yang menyatakan keberadaan bid’ah hasanah, beliau rahimahullah berkata :
من ابتدع في الإسلام بدعة و يراها حسنة فقد زعم أن النبي صلّى الله عليه و سلّم خان رسالة, لأنّ الله تعالى يقول : اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا (المائدة : 3) فما لم يكن يومئذ دينا فلا يكون اليوم دينا.
Barangsiapa yang mengada-adakan bid’ah di dalam Islam dan menganggapnya sebagai suatu hal yang hasanah, sungguh ia telah menuduh Rasulullah r mengkhianati risalahnya, karena Allah I telah berfirman : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka apa-apa yang bukan bagian agama pada hari itu (ayat ini diturunkan) maka bukanlah pula termasuk agama pada hari ini.”
Hadits 2
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)
Hadits 3
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An Nasa’i,
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara a) yang diada-adakan, setiap (perkara) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di neraka (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An Nasa’i)
Hadits 4
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)
Hadits 5
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya”  (HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 54)
Hadits 6
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu’ “ (HR. Bukhari no. 6576, 7049).
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“(Wahai Rabb), sungguh mereka bagian dari pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sungguh engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka telah mengganti ajaranmu”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku”(HR. Bukhari no. 7050).
Al’Aini ketika menjelaskan hadits ini beliau berkata: “Hadits-hadits yang menjelaskan orang-orang yang demikian yaitu yang dikenal oleh Nabi sebagai umatnya namun ada penghalang antara mereka dan Nabi, dikarenakan yang mereka ada-adakan setelah Nabi wafat. Ini menunjukkan setiap orang mengada-adakan suatu perkara dalam agama yang tidak diridhai Allah itu tidak termasuk jama’ah kaum muslimin. Seluruh ahlul bid’ah itu adalah orang-orang yang gemar mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada, juga orang-orang zhalim dan ahli maksiat, mereka bertentangan dengan al haq. Orang-orang yang melakukan itu semua yaitu mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada apa yang tidak ada ajarannya dalam Islam termasuk dalam bahasan hadits ini” (Umdatul Qari, 6/10)
Hadits 7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انَّهُ سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ ، وَيُحْدِثُونَ بِدْعَةً ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ ؟ قَالَ : ” لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ ، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
Sungguh diantara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunnah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan shalat dari waktu sebenarnya’. Ibnu Mas’ud lalu bertanya: ‘apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?’. Nabi bersabda: ‘Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah’”. Beliau mengatakannya 3 kali. (HR. Ahmad no.3659, Ibnu Majah no.2860. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2864)
Hadits 8
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunnah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Tirmidzi no.2677, ia berkata: “Hadits ini hasan”)
Hadits 9
Hadits dari Hudzaifah Ibnul Yaman, ia berkata:

يا رسولَ اللهِ ! إنا كنا بشرٌ . فجاء اللهُ بخيرٍ . فنحن فيه . فهل من وراءِ هذا الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : هل من وراءِ ذلك الشرِّ خيرٌ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : فهل من وراءِ ذلك الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : كيف ؟ قال ( يكون بعدي أئمةٌ لا يهتدون بهدايَ ، ولا يستنُّون بسُنَّتي . وسيقوم فيهم رجالٌ قلوبُهم قلوبُ الشياطينِ في جُثمانِ إنسٍ ) قال قلتُ : كيف أصنعُ ؟ يا رسولَ اللهِ ! إن أدركت ُذلك ؟ قال ( تسمعُ وتطيع للأميرِ . وإن ضَرَب ظهرَك . وأخذ مالَك . فاسمعْ وأطعْ )
Wahai Rasulullah, dulu kami orang biasa. Lalu Allah mendatangkan kami kebaikan (berupa Islam), dan kami sekarang berada dalam keislaman. Apakah setelah semua ini akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kebaikan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Apakah setelah itu akan datang kejelekan? Nabi bersabda: ‘Ya’. Aku bertanya: ‘Apa itu?’. Nabi bersabda: ‘akan datang para pemimpin yang tidak berpegang pada petunjukku dan tidak berpegang pada sunnahku. Akan hidup diantara mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan namun berjasad manusia’. Aku bertanya: ‘Apa yang mesti kami perbuat wahai Rasulullah jika mendapati mereka?’. Nabi bersabda: ‘Tetaplah mendengar dan taat kepada penguasa, walau mereka memukul punggungmu atau mengambil hartamu, tetaplah mendengar dan taat’” (HR. Muslim no.1847)
Tidak berpegang pada sunnah Nabi dalam beragama artinya ia berpegang pada sunnah-sunnah yang berasal dari selain Allah dan Rasul-Nya, yang merupakan kebid’ahan.
Hadits 10
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَوَّلُ مَنْ يُغَيِّرُ سُنَّتِي رَجُلٌ مِنْ بَنِي أُمَيَّةَ
Orang yang akan pertama kali mengubah-ubah sunnahku berasal dari Bani Umayyah” (HR. Ibnu Abi Ashim dalam Al Awa’il, no.61, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 1749)
Dalam hadits ini Nabi mengabarkan bahwa akan ada orang yang mengubah-ubah sunnah beliau. Sunnah Nabi yang diubah-ubah ini adalah kebid’ahan.
Hadits 11
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا ، فَقَالُوا : وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ؟ قَالَ أَحَدُهُمْ : أَمَّا أَنَا ، فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ ، فَقَالَ : ” أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi shallallahu’alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu’alaihi wasallam. ٍSetelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka. Mereka berkata, “Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?” Salah seorang dari mereka berkata, “Sungguh, aku akan shalat malam selama-lamanya” (tanpa tidur). Kemudian yang lain berkata, “Kalau aku, sungguh aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka”. Dan yang lain lagi berkata, “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya”. Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya: “Kalian berkata begini dan begitu. Ada pun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku shalat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku” (HR. Bukhari no.5063)
Dalam hadits di atas, ketiga orang tersebut berniat melakukan kebid’ahan, karena ketiganya tidak pernah diajarkan oleh Nabi. Yaitu puasa setahun penuh, shalat semalam suntuk setiap hari, kedua hal ini adalah bentuk ibadah yang bid’ah. Dan berkeyakinan bahwa dengan tidak menikah selamanya itu bisa mendatangkan pahala dan keutamaan adalah keyakinan yang bid’ah. Oleh karena itu Nabi bersabda “Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku“.

Bid’ah adalah lawannya sunnah Rasulullah saw.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan (HR. Muslim no. 867)
Kajian Abdul Jabbar
Sunnah Rasullah saw. “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
Lawan Dari Sunnah Rasulullah saw , Sejelek-jelek perkara adalah (perkara) yang diada-adakan,
Maksudnya : perkara yang bertentangan dengan Kitabullah dan nasehat Rasulullah saw. Sementara yang sejalan dengan Kitabullah Dan nasehat Rasulullah saw adalah bagian dari sunnah Rasul.
SUNNAH ZIAROH KUBUR

Kubur maknanya jembatan, ia adalah alam persinggahan kepada alam akhirat sebagaimana sabda Rasulullah saw.”innal qubro awaladummanazilal akhiroh” artinya alam qubur adalah alam persinggahan keakhirat.

Ziarah kubur dianjurkan oleh syariat Islam dengan tujuan untuk mengingat akan kematian Rosulullah saw bersabda

'
أكثروا ذكر هازم اللذات يعني : الموت

" Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan yakni kematian (HR. HR. At Tirmidzi). namun demikian ada beberapa hal yang di larang ketika berziarah kubur diantarnya:

Bermula dari sabda Rasulullah saw
berdasarkan hadits Aisyah رضي الله عنها ia berkata, “Rasulullah صلى الله عليه وسلم keluar suatu malam. Aku pun mengutus Barirah untuk mengikuti beliau agar memerhatikan kemana beliau pergi. Ternyata beliau berjalan menuju Baqi’ Al-Gharqad. Beliau berdiri dekat Baqi lalu mengangkat kedua tangannya lalu pergi. Aku pun kembali ke Barirah ia pun mengabarkan itu kepadaku. Keesokan harinya, aku bertanya kepada Nabi. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, kemana engkau pergi tadi malam?’ Beliau menjawab, ‘Aku diperintahkan menuju ke penghuni kuburan Baqi’ untuk mendoakan mereka. “

Perintah berziaroh ke baqi’ adalah sunnah rasulullah dalam rangka ziaroh qubur.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ألا فزوروها فإنها ترق القلب، وتدمع العين، وتذكر الاخرة
“Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata dan mengingatkan pada kehidupan akhirat”
Adalah ziaroh qubur itu menginatkan kita kepada kematian.
Ziarah kubur dilakukan untuk mengingatkan peziarah terhadap kehidupan akhirat bahwa dirinya akan mengalami kematian seperti yang dialami penghuni kubur. Tidak selayaknya jika peziarah malah bergurau senda, melawak di atas tanah perkuburan kerana hal tersebut bertentangan dengan tujuan pensyari’atan ziarah kubur, melalaikan hati dan salah satu bentuk ketidaksopanan terhadap penghuni kubur dari kalangan kaum muslimin. 
Ash Shan’ani mengatakan, “Seluruh hadit ini menunjukkan pensyari’atan ziarah kubur serta memuat penjelasan hikmah di balik hal tersebut, iaitu agar mereka dapat mengambil pelajaran tatkala berziarah kubur. Dalam lafaz hadits Ibnu Mas’ud disebutkan hikmah tersebut, iaitu untuk pelajaran, mengingatkan pada akhirat dan agar peziarah senantiasa berlaku zuhud di dunia. Apabila ziarah kubur dilakukan dengan tujuan selain ini, maka ziarah yang dilakukan tergolong sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan syari’at.”

Boleh bagi peziarah untuk menangis jika teringat akan kebaikan mayat atau seumpamanya berdasarkan hadits Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, dia berkata,
“Aku turut menghadiri pemakaman anak perempuan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan beliau duduk di samping kuburnya. Aku melihat kedua mata beliau mengucurkan air mata.” 
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من نيح عليه فإنه يعذب بما نيح عليه يوم القيام
“Barangsiapa yang ditangisi dan diiringi dengan ratapan, maka ia akan merasa tersiksa pada hari kiamat kelak disebabkan ratapan tersebut.” 

LARANGAN WANITA BERZIAROH KUBUR
Larangan ini berdasar hadits shahih riwayat Abu Hurairah
أن رسول الله لعن زوّارات القبور


bahwa Rosulullah saw melaknat wanita yang sering berziarah kubur.
Namun larangan tersebut bukan berarti wanita sama sekali dilarang berziarah kubur akan tetapi yang dilarang adalah sering berziarah kubur. Dengan dalil hadits di atas menggunakan kata
زوّارات yang artinya wanita yang sering berziarah kubur.


Juga keumuman hadist pensyariatan berziarah kubur yang berbunyi

“Dahulu aku melarang kalian dari ziarah kubur, maka sekarang berziarahlah” di dalamnmya tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.

LARANGAN DUDUK DIATAS KUBURAN DAN MEMBANGUNNYA

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Lebih baik salah seorang dari kamu duduk di atas bara api hingga membakar pakaiannya dan sekujur tubuhnya daripada duduk di atas kubur'," (HR Muslim (971).

Hadits ini melarang kita untuk duduk di atas kuburan secara mutlak, namun ada sebagian pendapat yaitu pendapat Imam Malik bahwa yang dimaksud duduk adalah duduk untuk buang hajat baik besar ataupun kecil.
Pendapat ini dibantah oleh para ahli fiqih yang lain dengan alasan dalam lafdz hadist tersebut terdapat “hingga membakar pakaiannya” yang artinya tidak diketemukan orang yang duduk buang hajat dengan pakaiannnya.




Jaabir bin ‘Abdillah radliyallaahu ‘anhu berkata :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan dibangun sesuatu di atasnya”.

Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim no. 970, Abu Daawud no. 3225, At-Tirmidziy no. 1052, An-Nasaa’iy no. 2027-2028 dan dalam Al-Kubraa 2/463 no. 2166, ‘Abdurrazzaaq 3/504 no. 6488, Ahmad 3/295, ‘Abd bin Humaid 2/161 no. 1073, Ibnu Maajah no. 1562, Ibnu Hibbaan no. 3163-3165, Al-Haakim 1/370, Abu Nu’aim dalam Al-Musnad Al-Mustakhraj ‘alaa Shahiih Muslim no. 2173-2174, Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa 3/410 & 4/4, Ath-Thayaalisiy 3/341 no. 1905, Ath-Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin 3/191 no. 2057 dan dalam Al-Ausath 6/121 no. 5983 & 8/207 8413, Abu Bakr Asy-Syaafi’iy dalam Al-Fawaaaid no. 860, Abu Bakr Al-‘Anbariy dalam Hadiits-nya no. 68, Ath-Thahawiy dalam Syarh Ma’aanil-Aatsaar 1/515-516 no. 2945-2946, dan yang lainnya.

عَنْ أَبِي الْهَيَّاجِ الْأَسَدِيِّ، قَالَ: قَالَ لِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ: " أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ، وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ "
Dari Abul-Hayyaaj Al-Asadiy, ia berkata : ‘Aliy bin Abi Thaalib pernah berkata kepadaku : “Maukah engkau aku utus sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mengutusku ? Hendaklah engkau tidak meninggalkan gambar-gambar kecuali engkau hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan yang ditinggikan kecuali kamu ratakan” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 969, Abu Daawud no. 3218, At-Tirmidziy no. 1049, An-Nasaa’iy no. 2031, dan yang lainnya].
Larangan membangun kubur ini kemudian diteruskan oleh para ulama madzhab.
Madzhab Syaafi’iyyah, maka Muhammad bin Idriis Asy-Syaafi’iy rahimahullah berkata :
وأحب أن لا يبنى ولا يجصص فإن ذلك يشبه الزينة والخيلاء وليس الموت موضع واحد منهما ولم أر قبور المهاجرين والانصار مجصصة ...... وقد رأيت من الولاة من يهدم بمكة ما يبنى فيها فلم أر الفقهاء يعيبون ذلك
“Dan aku senang jika kubur tidak dibangun dan tidak dikapur/disemen, karena hal itu menyerupai perhiasan dan kesombongan. Orang yang mati bukanlah tempat untuk salah satu di antara keduanya. Dan aku pun tidak pernah melihat kubur orang-orang Muhaajiriin dan Anshaar dikapur..... Dan aku telah melihat sebagian penguasa meruntuhkan bangunan yang dibangunan di atas kubur di Makkah, dan aku tidak melihat para fuqahaa’ mencela perbuatan tersebut” [Al-Umm, 1/316 – via Syamilah].
An-Nawawiy rahimahullah ketika mengomentari riwayat ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu di atas berkata :
فيه أن السنة أن القبر لا يرفع على الأرض رفعاً كثيراً ولا يسنم بل يرفع نحو شبر ويسطح وهذا مذهب الشافعي ومن وافقه،
“Pada hadits tersebut terdapat keterangan bahwa yang disunnahkan kubur tidak terlalu ditinggikan di atas permukaan tanah dan tidak dibentuk seperti punuk onta, akan tetapi hanya ditinggikan seukuran sejengkal dan meratakannya. Ini adalah madzhab Asy-Syaafi’iy dan orang-orang yang sepakat dengan beliau” [Syarh An-Nawawiy ‘alaa Shahih Muslim, 3/36].
Di tempat lain ia berkata :
وَاتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى كَرَاهَةِ بِنَاءِ مَسْجِدٍ عَلَى الْقَبْرِ سَوَاءٌ كَانَ الْمَيِّتُ مَشْهُورًا بِالصَّلَاحِ أَوْ غَيْرِهِ لِعُمُومِ الْأَحَادِيثِ
“Nash-nash dari Asy-Syaafi’iy dan para shahabatnya telah sepakat tentang dibencinya membangun masjid di atas kubur. Sama saja, apakah si mayit masyhur dengan keshalihannya ataupun tidak berdasarkan keumuman hadits-haditsnya” [Al-Majmuu’, 5/316].
Adapun madzhab Hanafiyyah, berikut perkataan Muhammad bin Al-Hasan rahimahullah :
أَخْبَرَنَا أَبُو حَنِيفَةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا شَيْخٌ لَنَا يَرْفَعُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنْ تَرْبِيعِ الْقُبُورِ، وَتَجْصِيصِهَا ". قَالَ مُحَمَّدٌ: وَبِهِ نَأْخُذُ، وَهُوَ قَوْلُ أَبِي حَنِيفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Haniifah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami seorang syaikh kami yang memarfu’kan riwayat sampai pada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau melarang untuk membangun dan mengapur/menyemen kubur. Muhammad (bin Al-Hasan) berkata : Dengannya kami berpendapat, dan ia juga merupakan pendapat Abu Haniifah” [Al-Aatsaar no. 257].
Juga Ibnu ‘Aabidiin Al-Hanafiy rahimahullah yang berkata :
وَأَمَّا الْبِنَاءُ عَلَيْهِ فَلَمْ أَرَ مَنْ اخْتَارَ جَوَازَهُ.... وَعَنْ أَبِي حَنِيفَةَ : يُكْرَهُ أَنْ يَبْنِيَ عَلَيْهِ بِنَاءً مِنْ بَيْتٍ أَوْ قُبَّةٍ أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ
“Adapun membangun di atas kubur, maka aku tidak melihat ada ulama yang memilih pendapat membolehkannya..... Dan dari Abu Haniifah : Dibenci membangun bangunan di atas kubur, baik berupa rumah, kubah, atau yang lainnya” [Raddul-Mukhtaar, 6/380 – via Syamilah].
Madzhab Maalikiyyah, maka Maalik bin Anas rahimahullah berkata :
أَكْرَهُ تَجْصِيصَ الْقُبُورِ وَالْبِنَاءَ عَلَيْهَا
“Aku membenci mengapur/menyemen kubur dan bangunan yang ada di atasnya” [Al-Mudawwanah, 1/189].
Juga Al-Qurthubiy rahimahullah yang berkata :
فاتخاذ المساجد على القبور والصلاة فيها والبناء عليها، إلى غير ذلك مما تضمنته السنة من النهي عنه ممنوع لا يجوز
“Membangun masjid-masjid di atas kubur, shalat di atasnya, membangun bangunan di atasnya, dan yang lainnya termasuk larangan dari sunnah, tidak diperbolehkan” [Tafsiir Al-Qurthubiy, 10-379].
Madzhab Hanaabilah, maka Ibnu Qudaamah rahimahullah berkata :
ويكره البناء على القبر وتجصيصه والكتابة عليه لما روى مسلم في صحيحه قال : [ نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن يجصص القبر وأن يبنى عليه وأن يقعد عليه ] - زاد الترمذي - [ وأن يكتب عليه ] وقال : هذا حديث حسن صحيح ولأن ذلك من زينة الدنيا فلا حاجة بالميت إليه
“Dan dibenci bangunan yang ada di atas kubur, mengkapurnya, dan menulis tulisan di atasnya, berdasarkan riwayat Muslim dalam Shahiih-nya : ‘Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kubur untuk dikapur, diduduki, dan dibangun sesuatu di atasnya’. At-Tirmidziy menambahkan : ‘Dan menulis di atasnya’, dan ia berkata : ‘Hadits hasan shahih’. Karena itu semua merupakan perhiasan dunia yang tidak diperlukan oleh si mayit” [Al-Mughniy, 2/382].
Juga Al-Bahuutiy Al-Hanbaliy rahimahullah yang berkata :
ويحرم اتخاذ المسجد عليها أي: القبور وبينها لحديث أبي هريرة أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لعن الله اليهود اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد. متفق عليه 
“Dan diharamkan menjadikan masjid di atas kubur, dan membangunnya berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Allah melaknat orang Yahudi yang telah menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid-masjid’. Muttafaqun ‘alaih” [Kasysyaaful-Qinaa’, 3/774].
Juga Al-Mardawiy rahimahullah yang berkata :
وَأَمَّا الْبِنَاءُ عَلَيْهِ : فَمَكْرُوهٌ ، عَلَى الصَّحِيحِ مِنْ الْمَذْهَبِ ، سَوَاءٌ لَاصَقَ الْبِنَاءُ الْأَرْضَ أَمْ لَا ، وَعَلَيْهِ أَكْثَرُ الْأَصْحَابِ قَالَ فِي الْفُرُوعِ : أَطْلَقَهُ أَحْمَدُ ، وَالْأَصْحَابُ
“Adapun bangunan di atas kubur, hukumnya makruh berdasarkan pendapat yang shahih dari madzhab (Hanaabilah), sama saja, apakah bangunan itu menempel tanah ataukah tidak. Pendapat itulah yang dipegang kebanyakan shahabat Ahmad. Dalam kitab Al-Furuu’ dinyatakan : Ahmad dan shahabat-shahabatnya memutlakkan (kemakruhan)-nya” [Al-Inshaaf, 2/549].
Madzhab Dhaahiriyyah, maka Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
مَسْأَلَةٌ: وَلاَ يَحِلُّ أَنْ يُبْنَى الْقَبْرُ, وَلاَ أَنْ يُجَصَّصَ, وَلاَ أَنْ يُزَادَ عَلَى تُرَابِهِ شَيْءٌ, وَيُهْدَمُ كُلُّ ذَلِكَ
“Permasalahan : Dan tidak dihalalkan kubur untuk dibangun, dikapur/disemen, dan ditambahi sesuatu pada tanahnya. Dan semuanya itu (bangunan, semenan, dan tanah tambahan) mesti dirobohkan” [Al-Muhallaa, 5/133].
Lalu, bagaimana dengan kebimbangan Rasulullah SAW yang melarang umat Islam menjadikan makam beliau sebagai tempat berpesta, atau sebagai berhala yang disembah? Dalam hadis Rasulullah SAW:

عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَتَتَّخِذُوْا قَبْرِي عِيْدًا وَلا تَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَصَلُّوْا عَلَيَّ فَاِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي

Dari Abu Hurairah RA. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kamu jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. Maka bacalah selawat kepadaku. Kerana selawat yang kamu baca akan sampai kepadaku di mana saja kamu berada.” (Musnad Ahmad bin Hanbal: 8449)

Bagaimana Dengan Kubur Kubur Para Nabi Dan Orang Sholeh yang Kenyataannya Banyak Yang Megah Dan Indah.....?
Abdul Jabbar Habib
Janganlah terburu buru menyangka kalau Mereka Para Nabi yang lain menjadi menyelisih sabda Rasulullah saw. Bukankah jasad baginda Rasulullah sering akan dicuri agar menjadi obyek wisata yang paling menguntungkan bagi orang yang mencurinya. Anda kata Makam Rasulullah saw ada di indonesia barangkali ia akan menjadi maqam yang paling indah diseluruh dunia karena dipegang oleh orang kuburiyun yaitu orang orang yang gemar memegahkan kubur (penyembah qubur).
Adapun yang pantas kita fikirkan yaitu
APAKAH BETUL MAQAM PARA NABI DAN SAHABAT YANG BERADA DITANGAN ORANG BERIMAN ASLINYA MEGAH..? ATAUKAH PERBUATAN ITU DILAKUKAN OLEH ORANG SETELAHNYA..YAITU GOLONGAN QUBURIYUN ?
Informasi tentang maqam para nabi dan tempatnya
1. Nabi Adam ‘Alaihis Salam
Umur : 1000 tahun
Makam : India, menurut satu pendapat ada di Makkah, dan menurut pendapat lain ada di Baitul Maqdis

2. Nabi Idris ‘Alaihis Salam
Umur : 865 tahun
Makam : (tidak ada informasi)

3. Nabi Nuh ‘Alaihis Salam
Umur : 950 tahun
Makam : Masjid Kufah, , menurut satu pendapat ada di al-Jabal al-Ahmar (Gunung Merah), dan menurut pendapat lain ada di dalam al-Masjid al-Haram Makkah.

4. Nabi Hud ‘Alaihis Salam
Umur : 464 tahun
Makam : di Timurnya Hadharamaut, Yaman.

5. Nabi Shalih ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : di Hadharamaut

6. Nabi Luth ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : Shou’ar

7. Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam
Umur : 200 tahun
Kelahiran : Lahir pada 1273 tahun setelah peristiwa banjir dan topan pada masa Nabi Nuh ‘Alaihis Salam.
Makam : di kota al-Khalil (Palestina), dimakamkan bersama Sarah (isteri pertamanya).

8. Isma’il ‘Alaihis Salam
Umur : 137 tahun
Makam : dimakamkan di samping Ibunda (yakni Hajar) di Makkah (di sekitar Ka’bah dekat Maqam Ibrahim)

9. Nabi Ishaq ‘Alaihis Salam
Umur : 180 tahun
Makam : dimakamkan bersama Ayahanda (yakni Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam) di kota al-Khalil (Palestina).

10. Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salam
Umur : 137 tahun
Wafat : di Mesir
Makam : untuk memenuhi wasiatnya, oleh sang putra (Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam), jenazahnya dipindah dimakamkan ke kota al-Khalil (Palestina)

11. Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam
Umur : 110 tahun
Wafat : di Mesir
Makam : oleh saudara-saudaranya (untuk memenuhi wasiatnya) jenazahnya kemudian dipindah dimakamkan di Nablus (Palestina)

12. Nabi Syu’ab ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : di desa Hathin dekat kota Thabariyah (Syria)

13. Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam
Umur : 93 tahun
Makam : di desa Syaikh Sa’d (dekat kota Damasykus) Syria.

14. Nabi Dzul Kifli ‘Alaihis Salam
Umur : (tidak ada informasi)
Lahir : di Mesir
Makam : wafat di daerah gunung Thursina, menurut salah satu pendapat di samping Ayahanda di salah satu kota di Syam.

15. Nabi Yunus ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Makam : tidak ada informasi sama sekali tentang letak makamnya.

16. Nabi Musa ‘Alaihis Salam
Umur : 120 tahun
Makam : wafat di daerah gunung Thursina dan di makamkan di sana.

17. Nabi Harun ‘Alaihis Salam
Umur : 122 tahun
Makam : wafat di daerah gunung Thursina dan di makamkan di sana.

18. Nabi Ilyas ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Lahir : dilahirkan setelah masuknya Bani Isra’il ke Palestina.
Makam : menurut satu pendapat ada di Ba’labak (Lebanon). (Tapi menurut satu pendapat, beliau belum wafat sampai sekarang –penerjemah)

19. Nabi Ilyasa’ ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan tempat tinggalnya dan daerah yang dituju setelah kaumnya ingkar di kota Banyas.

20. Nabi Dawud ‘Alaihis Salam
Umur : 100 tahun
Kerajaan : bertahan sampai 40 tahun

21. Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam
Kerajaan : beliau mewarisi kerajaan Ayahanda (yakni Nabi Dawud ‘Alaihis Salam) ketika umur 12 tahun, kerajaannya bertahan sampai 40 tahun.

22. Nabi Zakariya ‘Alaihis Salam
Wafat : beliau dibunuh dengan cara digergaji oleh orang yang telah menyembelih sang putra (Nabi Yahya ‘Alaihis Salam)

23. Nabi Yahya ‘Alaihis Salam
Umur : Tidak ada kitab yang menjelaskan masa hidupnya.
Lahir : pada tahun yang sama dengan tahun kelahiran Nabi ’Isa al-Masih ‘Alaihis Salam.
Wafat : ketika beliau sedang di Mihrab, disembelih oleh sesorang yang disuruh oleh seorang wanita jahat dari pihak raja yang zhalim.
Makam : kepalanya dimakamkan di Masjid al-Jami’ al-Amawi (Damasykus-Syria)

24. Nabi ’Isa al-Masih ‘Alaihis Salam
Umur : 33 tahun di bumi, kemudian Allah mengangkatnya ke langit setelah tiga tahun diangkat menjadi Nabi. Dituturkan, bahwa Ibunda (yakni Maryam) hidup 6 tahun setelah ’Isa al-Masih ‘Alaihis Salam diangkat ke langit. Maryam wafat dalam umur 53 tahun.

25. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
Lahir : di Makkah tahun 570 M.
Wafat : umur 63 tahun
Makam : di rumah ’Aisyah di Masjid Nabawi Madinah dan dimakamkan di sana.

Golongan quburiyun Oleh : Syaikh ‘Ali Babakar
Adapun golongan ini mempunyai pengakuan sebagai berikut :
“Kami bersyahadat Laa ilaaha illa Allahu dan Muhammad Rasul Alloh. Kami juga berkeyakinan bahwa Alloh adalah yang Maha Pencipta, Pemberi Rezeki, Pengatur (alam semesta), Pemberi mudharat dan manfaat, di tangan-Nyalah segala sesuatu dan Dia-lah yang menurunkan hujan. Kami juga tahu bahwa mayit (wali Alloh) tidaklah memiliki kemanfaatan dan kemudharatan dengan sendirinya. Akan tetapi dia (si mayit ini) adalah seorang yang shalih dan memiliki kedudukan di sisi Alloh. Maka dari itu, kami berdo’a dan bertawassul kepada Alloh melalui perantaraannya, supaya dirinya memberikan syafa’at bagi kami di sisi Alloh sehingga do’a kami maqbul (diterima). Dia (si mayit ini) adalah penengah antara kami dengan Alloh, karena ketaatan kami amatlah sedikit sedangkan dosa kami amatlah berlimpah, sehingga apabila kami meminta langsung kepada Alloh tanpa penengah, maka niscaya do’a kami takkan diterima dikarenakan banyaknya dosa kami. Karena itulah kami jadikan seorang wali (yang telah mati) sebagai penengah antara diri kami dengan Alloh.”
Mengenai hal ini Perhatikan Firman Allah dibawah ini :
Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat kafir.” (QS Az-Zumar : 3


Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.” (QS Al-Ahzab : 36

Ada baiknya kita melihat hazanah peninggalan nenek moyang kita yang masih sejajar dengan sunnah Rasulullah saw seputar akhlaq terhadap qubur.
MAQAM PERIGEK
Diantara mereka yang dimaqamkan disana adalah
Tan kaffi (tuan Tajudin)

Haji yunus ( perkiraan sementara beliau adalah sayid Abdullah Aljawawi)
Adalah mufti dimekkah pernah belajar dengan syekh mansyur madinah bersama khatib Acmad sambas membawa aliran tareqah naqsabandiyah bermazhab syafe’i.
Beliau mendakwahkan ajaran thareqah hanya kepada keluarga, keturunan dan jiran berbeda dengan cara yang dibawa oleh syekh khatib acmad sambas yang mengajarkan ilmu thareqah mengambil jalur umum yang lebih luas.
Ajaran haji yunus inilah yang kita pegang turun temurun seperti yang kita kenal ilmu sifat 20
Tuan Baiduri/Tan Baiduri
Adalah istri dari syekh Muhamad Arsyad Al banjari

Maqam yang lain disekitar perigek
Selain yang asal ada maqam yang senantiasa bertambah, berupa batu batu yang muncul satu demi satu dan batu batu itu berpasangan.

Maqam Kyai Buhram Idham dibelakang masjid Nurul bustanul jannah karangan
Beliau salah satu waris waqaf  quburan dari syekh Isma’il , ada beberapa waris lain yang juga dimaqamkan di sekitar belakang masjid Nurul Bustanul jannah Karangan itu.
Nisannya juga batu tanpa tulisan, hanya saja diantara anak cucunya menggantinya dengan batu nisan yang baru, ketika saya mengetahuinya saya mengatakan. Cukupkanlah itu saja dan biarkan ia seperti itu. Pihak keluargapun mencukupkannya. Misan gantian itu juga terbuat dari batu hanya saja ia sudah bertulisan.
Suatu ketika ada sebatang durian yang sudah rapuh tumbang kearah maqam beliau. Beberapa maqam searah batang yang tumbang hancur tertimpa, Allah menyelamatkan contoh maqam yang benar dengan keajaiban. Yaitu tepat diatas maqam beliau adalah batang durian yang melengkung dan lengkungan batang itu tidak sama sekali menyentuh minsan dan minsanya tetap utuh sampai anak cucunya menggantinya.
Apa yang dapat kita tarik dari keadaan maqam mereka terkait nasehat tentang akhlaq terhadap qubur..?
Yaitu bentuk maqam mereka yang hanya terdiri dari kayu dan batu tanpa tulisan. Hal ini sejalan dengan sabda rasulullah saw.
عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ اْلقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ
وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ. [رواه مسلم]

Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, ia berkata: Rasulullah saw melarang memplester kubur, mendudukinya dan mendirikan bangunan di atasnya.” [HR. Muslim, no. 94/970].
Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah saw. melarang menyemen kubur, menulisinya, mendirikan bangunan di atasnya dan dudu di atasnya. (Shahih, HR Abu Dawud [3326], at-Tirmidzi [1052], an-Nasa'i [IV/86], Ibnu Majah [1563], al-Hakim [I/370], al-Baihaqi [IV/4], Ibnu Hibban [3164]).
Dan banyak sekali informasi masyarakat karangan yang mengatakan kami mendapat amanah seperti itu dari orang tua kami. Semisal yang dituturkan oleh Syarif Arbet Al Qadri Karangan.
Saryf Arbet Al Qadri putra syarif Alwi AlQadri (wan lui) menceritakan pada saya tentang pendapat saya seputar bangunan maqam.
“benar.dulu semasa abah masih hidup dia berpesan (jangan pakaikan nisan kuburku selain batu dan kayu)”
Beliau dimaqamkan seperti yang diamanahkan.


Himbauan..
Marilah kita memurnikan ajaran Rasulullah dengan berbuat sebagaimana petunjuk Allah dan Nasehat beliau (rasulullah saw).
Tinggalkanlah perkara yang penuh resiko yang menyebabkan kita tertolak dari kebenaran, marilah kita mulai dari saat ini, mengucap dua kalimah syahadah lalu bertobat dengan mengerjakan perkara perkara yang sudah jelas saja dalam urusan ibadah kepada Allah swt.
Teguhkanlahpengakuan kita janganlah jadi pendusta yaitu saat sholat mengaku muslim sedang diluarnya berlaku sebagaimana orang kafir
inni wajjahtu wajhiyalilladzi fathorossamawatiwal ard, hanifammuslima Wama anaminal musyrikin
Innasholati, wanusyuki, wamahyaya wamamati lillahirobbil’alamin
Lasyarikalahu wabizalika umirtu Wa ana awaladumMinal Muslimin
MAQAM SESEPUH KAMPUNG
Dapat kita perhatikan Beberapa maqam sesepuh kampung  yang tidak berlebihan, bangunan magam tidak melebihi 40 cm seperti yang sekarang ada
Semasa para sepuh kampung masih hidupun, mereka tidak membuat kuburan guru guru mereka atau keluarga mereka dengan hal yang berlebihan, akan tetapi setelah mereka wafat, anak keturunan mereka menjadikan kuburan mereka sebagai sarana menunjukkan kebodohan.

Sebenarnya Orang tua kita banyak meninggalkan pesan baik yang tersurat (lisan/petua)maupun tersirat(akhlaq/hazanah), hanya saja kebanyakan kita tidak peduli akan hal itu.

BEBERAPA CONTOH MAQAM YANG SESUAI SUNNAH



maqam "Aisyah, maria dan Ummu salamah




Maqam Fatimah Bt Rasulullah saw















 Maqam Baqi. khalifah Ustman dan para sahabah dimaqamkan disana









maqam Ummu hadidjah







 
Maqam syaidina Abbas ra



Maqam Ibrahim Bin Muhammad

maqam Imam Hasan

 


maqam Raja Fahd Arab saudi


















penjelasan tentang maqam nabi Muhammad saw